Para supir perusahaan taksi Blue Bird, mengadakan aksi mogok massal serta demonstrasi untuk memprotes keberadaan taksi berbasis aplikasi online seperti Uber dan Grab.
Menurut Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi Gerindra, Nizar Zahro, menilai bahwa aksi tersebut ada benarnya. Karena itu, Pemerintah harus segera bergerak untuk merevisi UU dan memasukkan taksi atau pengangkutan berbasis online ke dalam UU terkait angkutan umum jalan raya.
Menurut Nizar, taksi berbasis online seperti halnya UberTaxi dan GrabCar, atau Gojek maupun GrabBike, memang menyalahi aturan. Operasional mereka melanggar UU nomor 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan serta Peraturan Pelaksanaanya di PP nomor 74/2014.
“Padahal, berbagai usaha pengangkutan umum harus tunduk pada UU yang saya sebut di atas. Regulasi yang telah disahkan semestinya menjadi pedoman bagi aparat penegak hukum agar dilakukan penindakan secara tegas seperti yang dituntut oleh masyarakat yang melaksanakan demonstrasi dan mogok massal angkutan umum,” kata Nizar, Senin (14/3).
Dalam UU 22 tahun 2009 pasal 173, kata Nizar, disebutkan bahwa perusahaan umum yang menyelenggarakan angkutan dan/atau barang wajib memiliki sejumlah perijinan. Misalnya izin penyelenggaraan angkutan serta trayek. Yang berhak mengeluarkan adalah Kementerian Perhubungan.
Karena itulah, dirinya berharap agar semua angkutan umum yang mau beroperasi di Indonesia harus tunduk pada ketentuan itu. Maka dia berharap, agar masalah selesai, semua angkutan umum yang akan menjadi alat transportasi umum harus segera mempunyai semua izin yang tertulis dalam UU.
Atau solusi lainnya, Pemerintah segera merevisi UU 22/2009, agar bisa memasukkan angkutan umum pribadi menjadi transportasi angkutan umum. “Ya seperti Gojek atau GrabBike. Itu penting agar tidak terkesan mereka melanggar aturan UU yang telah dibuat,” imbuh Nizar.