Hal tersebut dikarenakan pemerintah disini hanya fokus terhadap sektor ekonomi dimana pemerintah lebih fokus pada pembangunan infrastruktur untuk menopang pertumbuhan ekonomi negara.
“Ini justru menjadi suatu sorotan bahwa sanya pemerintah tidak serius dalam menangani kasus pangan di Indonesia,” katanya dalam sebuah diskusi, di Institut Akbar Tandjung, Jakarta, kemarin.
Seperti diketahui, sektor pertanian sering diartikan salah oleh ekonom makro yang tidak paham transformasi struktural. Sehingga menimbulkan anggapan bahwa sektor pertanian tidak penting atau tidak perlu diproteksi.
Dalam Pangsa Produk Domestik Bruto (PDB) tercatat pada 2000 sekitar 17 persen, yang turun drastis pada 2010 menjadi 15,3 persen dan 15,7 persen pada 2011. Ini jelas masih dibawah sektor Industri yang pada 2011, 35,3 persen dan jasa 49 persen.
Seperti dikatakan Anggota Komisi IV Viva Yoga Mauladi “Pemerintah disini terkesan tidak serius dalam menangani ketahanan pangan,” ujarnya.
Padahal, Kata Viva, malasah pangan itu masalah perut yang tidak bisa dilibatkan ke ranah politik. Dari anggaran APBN saja untuk ketahanan pangan masih jauh dari harapan yakni dengan Rp 17 Trilun untuk 2011.
“Ini sangat kecil, belum lagi jika sudah masuk ranah politik uangnya kesana kemari untuk dikorupsi,” ujarnya.
Jika saja pemerintah masih acuh tak acuh mengenai ketahanan pangan, tambah Viva, hingga 5 tahun kedepan kebijakan import ia akui akan semakin bertambah.
“Setelah sekarang komoditi beras, jagung, tebu, gandum, kedelai, gula, daging, dan gandum. Mungkin nanti semua sektor kita akan import,” katanya.(tribunnews.com)