Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) yang berkantor di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) menggugat pemerintah karena dinilai lali menuntaskan batas meritim RI-Australia di Laut Timor.
Kelalaian itu mengakibatkan batas maritim kedua negara menjadi tidak jelas, dan merugikan negara. Dampaknya banyak nelayan Indonesia terutama asal Rote, Kupang, Makassar, dan Madura sering ditangkap aparat keamanan Australia karena dituduh masuk wilayah perairan negara itu secara ilegal.
Ketua YPTB Ferdi Tanoni mengatakan pihaknya sedang menyiapkan gugatan untuk segera didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Kami sudah menanyakan ke MK apakah memiliki kewenangan mengadili perkara ini,” kata Ferdi kepada Media Indonesia, di Kupang, Jumat (19/8).
Sejak 1971, Pemerintah RI dan Australia menandatangani sedikitnya sembilan perjanjian dan nota kesepahamam. Dari sembilan perjanjian itu, hanya satu perjanjian yang belum diratifikasi yakni perjanjian Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan Batas-batas Dasar Laut Tertentu yang dibuat pada 1997.
“Karena sudah ada perjanjian yang diratifikasi, berarti sudah dituangkan menjadi undang-undang sehingga MK memiliki kewenangan mengadili perkara ini,” kata Ferdi.
Ia mengatakan perjanjian yang belum diratifikasi tersebut antara lain menyebutkan bahwa perjanjian baru akan diberlakukan setelah ada pertukaran piagam ratifikasi antarkedua negara.
Namun, Australia malah mengklaim sejumlah teritori menjadi bagian dari wilayahnya. Kondisi itu membuat banyak nelayan yang melaut di laut Timor khawatir karena setiap saat mereka bisa ditangkap. Nelayan yang ditangkap, dibawa ke Australia untuk
kemudian diadili sebelum dijebloskan ke penjara.
Dia mengatakan pemerintah Indonesia perlu dimintai pertanggungjawaban terkait perjanjian yang dibuat sebelumnya yang kemudian merugikan masyarakat NTT.
“Laut Timor kaya akan sumber minyak dan gas bumi sehingga Australia sangat berkepentingan dengan wilayah tersebut. Herannya,
Indonesia menganggapnya biasa-biasa saja,” tandas penulis buku Skandal Laut Timor, Sebuah Barter Politik Ekonomi Canbera-Jakarta tersebut.(mediaindonesia.com)