Sejumlah pengamat, kalangan partai politik, serta aktivis LSM terus memberikan dukungan terhadap upaya percepatan revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu.
“Selain masalah penyelenggara pemilu yang perlu diisi figur-figur kredibel dan memiliki kompetensi yang dapat diandalkan,” kata Koordinator Nasional Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jeirry Sumapouw di Jakarta, Selasa (16/2).
Selain itu, katanya, juga ada beberapa tata cara yang perlu disesuaikan agar demokrasi di Indonesia bisa lebih maju dan mampu mengantarkan masyarakatnya ke arah yang semakin bermartabat.
Pendapat senada juga dikemukakan politikus senior Partai Golkar Zainal Bintang serta seorang pakar di bidang itu yang pernah menjadi anggota Komisi II DPR dan kini diangkat sebagai salah satu anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Ryaas Rasyid.
Beragam pendapat tersebut semakin mencuat ketika pihak Komisi II DPR beberapa hari terakhir menggelar sejumlah pertemuan yang membahas masalah tersebut, di antaranya berlangsung Selasa mulai sekitar pukul 14.00 WIB yakni dengan pengajar di Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (UGM) Muhammad Fajrul Falaakh.
Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) itu dimaksudkan untuk mendapatkan masukan terhadap rencana revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu.
Sebelumnya, Ryaas Rasyid yang dihubungi terpisah mengungkapkan, revisi juga agaknya perlu dilakukan untuk tata cara pemilihan umum kepala daerah (pilkada) provinsi, yang sebelumnya dilaksanakan secara langsung, diusulkan agar dikembalikan pemilihannya melalui DPRD provinsi.
“Ada dua alasan utama mengapa pilkada provinsi (pemilihan gubernur) diwacanakan agar dikembalikan ke DPRD, karena pertama, Gubernur itu merangkap tugas, bukan hanya sebagai kepala daerah, tapi juga wakil pemerintah pusat di daerah,” katanya.
Kedua, lanjut Ryaas, hal yang terpenting adalah karena otonomi daerah itu ada di kabupaten dan kota, bukan di provinsi.
Kalau otonomi itu ada di provinsi, Ryaas Rasyid mengkhawatirkan bisa mendorong tumbuhnya spirit ‘federalisme’ lebih dahsyat, yang justru bertentangan dengan Undang -Undang Dasar 1945, karena Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik.
“Informasi yang saya dapat, draf revisi tentang pemilihan gubernur dan beberapa hal lainnya telah selesai dibuat Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) dan sudah disetujui Presiden untuk dibahas lebih lanjut di Komisi II DPR,” ungkap Ryaas.
Kualitas Menurun
Sementara itu, dalam RDPU Komisi II DPR dengan pengamat politik LIPI Syamsuddin Haris dan Direktur Eksekutif Cetro Hadar Nafis Gumay di ruang rapat komisi itu, Senin (15/2), terungkap beragam carut-marut penyelenggaraan Pemilu 2009.
Dalam rapat itu, sejumlah anggota Dewan malah mendukung pendapat yang menilai, kualitas Pemilu 2009 menurun ketimbang Pemilu 2004 sebelumnya.
Berbagai masalah seperti persoalan daftar pemilih tetap (DPT), tertukarnya kertas suara antardaerah pemilihan (Dapil), problem dana kampanye, serta tatacara pengiriman hasil penghitungan suara, menjadi catatan-catatan buruk pelaksanaan pesta demokrasi lima tahunan tersebut.(Mediaindonesia.com)