Sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang tidak kunjung memberikan ketegasan untuk menyelesaikan sengketa ‘cicak dan buaya’ menuai kontroversi dari berbagai pihak.
Yudhoyono menolak mengambil risiko dalam memimpin. Tidak hanya lemah, kepemimpinan Yudhoyono sudah lumpuh. Ini disampaikan Pakar Filsafat Universitas Indonesia Rocky Gerung kepada pers di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Jumat (20/11).
“Kepemimpinan SBY sedang diuji dengan adanya kasus ini. Sikap SBY yang tidak tegas menunjukkan dia tidak punya strong leadership. Bahkan, dia sudah lumpuh sebagai pemimpin,” cetus Gerung. Kasus yang dimaksud adalah rekayasa kriminalisasi dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi nonaktif Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah.
“Saat ini, rakyat sedang menunggu keadilan dari Presiden. Ini lebih berbahaya dari sekadar kegagalan di bidang national summit karena pondasi demokrasi dan arah politik diuji. Semuanya secara lugas dipertontonkan di depan publik,” ungkap Gerung.
Ia menyayangkan sikap Presiden yang seolah hendak melepaskan tanggung jawab kepada lembaga lain, yakni Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), untuk menjalankan reformasi hukum sebagaimana rekomendasi yang disampaikan Tim 8. “Itu artinya SBY melempar bola itu ke institusi lain. Mungkin Presiden berpikir mesti ada orang yang bisa membaca pikirannya bahwa ia tidak mau mengambil keputusan yang kontroversial. Itu yang saya sebut leadership lemah, karena risiko dalam memerintah itu tidak mau diambil,” cetus Gerung.
Ditambahkannya, ketimbang mengambil risiko, Yudhoyono lebih memilih menebar pesona kekuasaan di hadapan rakyat. “SBY malah terus-menerus mempertontonkan pesona kekuasaan. Kontradiksi itulah yang berbahaya bagi pendidikan politik bangsa,” tukasnya.(Mediaindonesia.com)