Tim Sukses Mega-Prabowo menyesalkan tindakan pemerintahan SBY-JK, yang diduga menggunakan utang luar negeri untuk dana Bantuan Tunai Langsung (BLT) kepada masyarakat miskin.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga dianggap melakukan kebohongan publik, karena selama ini ia menyatakan sumber dana BLT berasal dari pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM).
“Upaya program untuk menghilangkan kemiskinan yang digembar-gemborkan itu, justru akan menambah angka kemiskinan lagi, bahkan generasi masa depan harus menanggung utang,” kata anggota Tim Sukses Mega Prabowo Jackson Kumaat sebagaimana rilis yang diterima okezone, Senin (15/6/2009).
Dia mengatakan hal itu, menanggapi pernyataan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Anwar Nasution di MPR/DPR Selasa, 9 Juni lalu, bahwa dana BLT untuk rakyat, ternyata dari pinjaman asing dengan bunga antara 12-13 persen. Bantuan langsung tunai ini antara lain untuk Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, yang dananya berasal dari Bank Dunia.
Utang itu, kata Jackson, termasuk utang komersial karena bunganya mencapai 12-13 persen dan bukan pinjaman lunak dari lembaga internasional, yang rata-rata bunganya hanya sekitar 4-6 persen. “Pemerintah harus menjelaskan dengan jujur, dari mana sumber dana BLT,” katanya.
Menurut Jackson, utang luar negeri di masa pemerintahan SBY-JK dari tahun 2004-2009 ini mencapai Rp400 triliun. “Kami prihatin, uang BLT ternyata dari utang luar negeri dengan bunga yang sangat besar,” kata Jackson yang juga Sekjen Pakar Pangan.
Lebih lanjut dia mengungkapkan, program BLT yang diambil dari dana pinjaman luar negeri, di masa mendatang jumlahnya makin besar karena bunganya secara tak langsung akan dibebankan kepada rakyat. “Ini bukan mengentaskan kemiskinan, tapi malah menambah kemiskinan khususnya bagi generasi di masa mendatang,” ujar dia.
Jackson juga menyatakan, program BLT yang dilakukan pemerintahan saat ini, dinilai sebagai pembodohan dan menambah kemiskinan. “Jangan sampai bangsa Indonesia masuk ke jurang kemiskinan. Ini adalah musuh kita bersama,” tegasnya.
Sejak awal program BLT telah mengundang kontroversi. Ketika pemerintah menaikkan harga BBM dua kali pada Maret dan Oktober 2005, jaring pengaman pun dibuat sebagai kompensasi untuk warga miskin lewat program BLT. Sebanyak Rp19,1 juta kepala keluarga diberi uang Rp100 ribu per bulan selama setahun.
Namun, pelaksanaan program itu tidak berjalan mulus. Bukan hanya dananya banyak yang tidak utuh sampai ke tangan warga miskin, melainkan juga telah meminta korban jiwa karena kelelahan mengantre atau terinjak-injak.
“Program BLT juga dinilai tidak mendidik masyarakat dan hanya mengentalkan mental pengemis warga miskin. Pemerintah dituding hanya menyodorkan ikan, bukan kail. Rakyat miskin tidak diberdayakan agar mampu keluar dari kemiskinan,” tandas Jackson.
Meski kritik bermunculan dan hasil survei menyebutkan bahwa efektivitas BLT hanya sekitar 55 persen, pemerintah tetap saja ‘ngotot’ menggulirkan BLT. Untuk tahun ini saja, program yang kini bernama BLT plus-karena selain uang warga miskin juga memperoleh gula dan minyak goreng-pemerintah menyediakan anggaran hingga Rp28 triliun. (okezone.com)