Sintong Panjaitan, menjadi sumber utama dalam penulisan. Lalu sumber lainnya adalah Jenderal (Pur) Luhut Panjaitan, bekas Menteri Perindustrian dan Perdagangan di zaman Presiden Abdurrahman Wahid. Keduanya, Luhut dan Sintong, memang selain semarga, merupakan teman lama. Keduanya dikenal sebagai anak emas Jenderal Benny Moerdani, Panglima ABRI.
Karir militer keduanya mencorong di zaman Moerdani berkuasa. Malah ketika itu sudah menjadi bisik-bisik di sementara kalangan perwira ABRI dan para wartawan bahwa Sintong sudah dipersiapkan oleh Moerdani untuk menjadi Panglima ABRI penggantinya. Penerbitan buku ini akhirnya akan membuka kembali luka lama berupa pertentangan sengit antara Benny Moerdani dengan Prabowo Subianto.
Sebelum buku ini terbit sudah beredar kabar bahwa Luhut berada di belakangnya. Sintong sendiri sebenarnya setelah pensiun pulang kampung ke Tarutung, Sumatera Utara, membuka usaha di bidang pertanian. Artinya, ia sudah menjauhkan diri dari hiruk-pikuk politik dan menikmati hidup dengan cucu-cucu.
Mantan Wakil KSAD, Letjen (Pur) Kiki Syahnakri, misalnya, mengenal Sintong sebagai seorang prajurit tempur. Maka dia heran kenapa Sintong Panjaitan bisa menulis buku seperti ini. Tapi kenyataannya itulah yang terjadi.(Detik.com)