Sintong Panjaitan mengungkap kembali perseteruan Benny Moerdani dengan Prabowo Subianto. Kenapa buku ini terbit menjelang Pemilu?
Tapi barang siapa membaca buku 520 halaman itu, akan menemukan kenyataan ini. Walau pun di dalam prakata dicantumkan nama August Parengkuan, wartawan senior Kompas, sebagai editor, buku ini betul-betul berantakan: di mana-mana ditemukan kesalahan cetak atau kesalahan kalimat. Sekali pun kata pengantar diberikan Profesor Taufik Abdullah, sejarawan Indonesia terkemuka, tetap saja kesalahan-kesalahan itu mengganggu. Coba, siapa tahu arti kata pribadinyanya, terlaksanya, atau the acts of free choise? Itu bisa ditemukan di dalam kata pengantar Profesor itu.
Kesalahan itu terlalu banyak. Malah di salah satu bab ditemukan hampir di tiap halaman. Di halaman 6, sekadar contoh, ditemukan kata berjuan (mestinya berjuang?), setelak (setelah?),dan hahasa (bahasa?). Begitu juga di halaman lainnya, Dili ditulis Deli, perjuangan ditulis pejuangan, rainbow menjadi raibow, dan banyak contoh lainnya.
Jadi setelah membaca buku ini akan timbul kesan meremehkan data dan analisisnya. Kalau untuk urusan yang kecil saja – membuat kalimat dan mencetak yang benar – penulis buku ini tak mampu, bagaimana dia bisa dipercaya membuat analisis mendalam, atau menyajikan fakta yang benar?
Menurut dugaan saya, kesalahan cetak, salah data atau kalimat, yang begitu banyak di buku ini terjadi karena persiapannya amat terburu-buru. Mungkin saking terburu-buru, buku ini dicetak tanpa diperiksa korektor. Pantas saja hasilnya berantakan.(Detik.com)