Ternyata banyak parpol tidak paham mengenai aturan penetapan caleg dengan
suara terbanyak. Mereka mengira caleg yang memperoleh suara terbanyak otomatis ditetapkan sebagai caleg terpilih. Ironis?
“Yang perlu dipertegas, penghitungan suara itu tetap proporsional, bukan distrik. Karena banyak (parpol) yang memahami yang namanya suara terbanyak, dari 100 calon dari seluruh parpol, maka siapa terbanyak itu yangg jadi,” ujar anggota KPU Endang Sulastri di Kantor KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Selasa (10/2/2009).
” Itu keliru. Itu mirip DPD. Padahal tidak seperti itu,” lanjut Endang.
Yang benar adalah, terang Endang, perolehan suara dan kursi tiap parpol dihitung dulu. Suara yang masuk ke caleg secara otomatis masuk ke parpol juga. Setelah itu barulah penetapan caleg terpilih untuk masing-masing parpol dilakukan berdasarkan suara terbanyak.
“Karena bisa saja caleg itu memperoleh suara terbanyak, tapi parpolnya tidak dapat kursi, ya dia tidak jadi,” paparnya.
Endang menambahkan, jika di sebuah dapil ada parpol yang memperoleh kursi, tetapi tidak ada satupun caleg yang ditandai karena semua pemilihnya menandai lambang parpol, maka penetapan caleg terpilih diserahkan ke parpol yang bersangkutan. Adapun jika ada parpol yang memperoleh 3 kursi di suatu dapil, padahal parpol itu hanya memiliki 2 caleg, maka satu kursi diberikan kepada caleg suara terbanyak di dapil terdekat. (Detik.com)