Sejumlah pengurus partai politik menolak jika Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuat peraturan tentang keterwakilan perempuan dalam penetapan calon anggota legislatif jika tidak ada dasar hukum yang kuat.
Penolakan ini mengemuka dalam pertemuan antara anggota KPU dan pengurus partai, di Jakarta, Sabtu (24/1).
Dalam pertemuan tersebut Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary memberikan penjelasan tentang beberapa hal diantaranya yakni rancangan peraturan KPU mengenai penetapan caleg terpilih, tata cara pelaporan dana kampanye, dan rancangan jadwal kampanye rapat umum.
Sekretaris Jenderal Partai Merdeka Muslich Zainal Asikin mengatakan kesetaraan gender memang harus diperjuangkan, tetapi bukan berarti memberikan perlakuan yang berlebihan bagi caleg perempuan.
“Putusan Mahkamah Konstitusi sudah jelas menerangkan bahwa penetapan caleg terpilih berdasarkan suara terbanyak,” katanya.
Hal senada juga disampaikan Sekjen Partai Hati Nurani Rakyat Yus Usman Sumanegara. Menurut dia, sebaiknya tidak ada dikotomi antara caleg laki-laki dan perempuan. “Kita sudah sosialisasi tentang putusan MK ke caleg perempuan Hanura. Kita akan laksanakan putusan MK secara obyektif,” kata Yus Usman di sela-sela pertemuan yang juga dihadiri pengurus Ikatan Akuntan Indonesia.
Demikian pula yang disampaikan Sekjen Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) A. Muzani. Menurut dia, justru pengaturan penetapan caleg perempuan yakni dalam tiga caleg terdapat sekurang-kurangnya satu caleg perempuan, bertentangan dengan konstitusi. “Ini sangat rawan kalau KPU mengaturnya,” katanya.
Pernyataan serupa juga disampaikan pengurus Partai Sarikat Indonesia dan beberapa partai lainnya. Wasekjen PKS Mardani menyampaikan KPU harus tegas mengenai penetapan caleg perempuan ini. “Kita belum mendapatkan surat keputusan tentang ini,” katanya.
Menanggapi pernyataan sejumlah pengurus partai tersebut, anggota KPU Andi Nurpati menjelaskan MK telah memutuskan membatalkan pasal 214 Undang-Undang (UU) 10/2008 tentang penetapan caleg terpilih berdasarkan bilangan pembagi pemilih dan nomor urut.
Namun, MK tidak membatalkan pasal 55 UU 10/2008 yang juga diajukan untuk uji materi. Pasal tersebut mengatur tentang pencalonan anggota legislatif dimana dalam tiga caleg yang diajukan terdapat sekurangnya satu perempuan.
Menurut Andi, keputusan MK tersebut sudah dapat dijadikan dasar hukum tanpa perlu ada perubahan terbatas UU 10/2008 maupun peraturan pemerintah pengganti UU.
KPU, katanya, juga telah menerima surat dari MK tertanggal 23 Januari 2009 tentang penegasan bahwa KPU dapat langsung menindaklanjuti keputusan MK tersebut.
“Ini menegaskan bahwa KPU memiliki kewenangan mengatur tentang penetapan caleg terpilih,” kata Andi Nurpati .
Namun, ketika ditanya apakah dengan surat dari MK tersebut KPU akan mengatur tentang penetapan caleg perempuan, Andi mengatakan anggota KPU akan membahasnya dalam rapat pleno.
Hal ini juga ditegaskan oleh Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary. Ketua KPU mengungkapkan KPU masih mempertimbangkannya.
KPU telah mengajukan perppu yang salah satu isinya tentang penetapan caleg perempuan yakni dalam tiga caleg terpilih terdapat sekurang-kurangnya satu caleg perempuan.
Jika pengaturan ini batal diatur dalam perppu, maka KPU masih mempertimbangkan untuk tetap mengaturnya dalam peraturan KPU atau tidak. (Mediaindonesia.com)