Pemimpin Redaksi Media Cetak yang mengajukan Uji Materi, antara lain Pemred Harian Terbit Tarman Azzam, Harian Sinar Harapan, Harian Suara Merdeka, Harian Rakyat Merdeka, Media Bangsa, Koran Jakarta, Warta Kota dan Tabloid Cek & Ricek.
Para pemohon merasa hak konstitusionalnya dirugikan dengan diberlakukannya UU tersebut. Hal ini tercermin dalam pasal 93 ayat (3) yang menyatakan kepada Media Massa untuk berlaku adil dalam pemuatan dan penayangan iklan kampanye. Dan sanksi yang disebut dalam pasal 99 huru f, dengan ancaman pencabutan izin penerbitan.
Pada persidangan kemarin, hadir perwakilan dari pemerintah dan DPR selaku pembuat undang-undang untuk memberi keterangan. Para pemohon pun menghadirkan seorang saksi ahli hukum, Kamsul Hasan yang merupakan Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jakarta.
Kamsul Hasan dalam penjelasannya dihadapan majelis hakim yang dipimpin mengatakan, peraturan mengenai pers, sudah tercantum dalam UU nomor 40/1999, termasuk juga mengenai sanksi apabila pers melanggar ketentuan.
“Jadi UU Pemilu yang mengatur Dewan Pers dan KPU dapat mencabut surat izin penerbitam media massa cetak ataupun penyiaran, itu tidak sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Apalagi Dewan Pers seharusnya melindungi pers bukan melakukan pencabutan,” cetusnya.
Jika sanksi yang tercantum dalam pasal 99 ayat 1 huruf F dilakukan, kata dia, maka akan bertentangan dengan pasal 28 UUD 1945. Sedangkan mengenai sanksi jika ada pelangaran iklan kampanye pemilu, cukup mengacu pada UU 32/2002 tentang penyiaran, dengan denda maksimal Rp500 juta.
Sementara itu, Pataniari Siahaan, dari perwakilan DPR menjelaskan, aturan yang termuat dalam UU tersebut justru mengatur agar proses politik berjalan secara baik, adil dan proposional. Iklan kampanye, kata dia, memiliki pengaruh yang besar dalam pembentukan pandangan, sikap dan perilaku di masyarakat. Untuk itulah, sambungnya, media massa juga ikut bertanggung jawab dalam hal tersebut.
Menurut Pataniari, pemilu itu tidak sama dengan kegiatan lain. Pemilu akan menghasilkan pemerintahan yang baru, karena itu pengaturannya harus khusus. Iklan kampanye berbeda dengan iklan produk. Iklan kampanye merupakan iklan politik yang menimbulkan dampak terhadap pendapat politik maupun aspirasi politik masyarakat.
“Untuk itu kepada semua parpol peserta pemilu yang sudah mendapatkan legalitas harus mendapatkan kesempatan yang sama dalam menggunakan media massa baik cetak maupun elektronik,” tandasnya. (Mediaindonesia.com)