Pengadaan surat suara Pemilu 2009 sangat mengkhawatirkan untuk dapat dilaksanakan tepat waktu. Pasalnya, dari 10 paket pengadaan surat suara satu paket yakni paket 10 harus diulang karena rekanan yang lolos prakualifikasi kurang dari tiga perusahaan.
“Pengadaan surat suara Pemilu 2009 sangat mengkhawatirkan. Saya tidak yakin pengadaan surat suara tepat waktu kalau Januari ini belum juga ditentukan perusahaan pemenang tender,” kata Direktur program Indonesia Procurement Watch (IPW) Hayie Muhammad kepada Media Indonesia di Jakarta, Sabtu (17/1).
Dari 10 paket pengadaan surat suara Pemilu 2009, paket 10 batal karena jumlah perusahaan yang lolos prakualifikasi kurang dari tiga perusahaan. Akibatnya, paket 10 pengadaan surat suara harus ditender ulang.
Paket 10 pengadaan surat suara meliputi Sulawesi Selatan (Sulsel), Sulawesi Tenggara (Sultra), Sulawesi Tengah (Sulteng), Sulawesi Barat (Sulbar), Sulawesi Utara (Sulut), Maluku, Maluku Utara, dan Gorontalo sebanyak 56.86 juta lembar dengan pagu anggaran Rp71,08 miliar.
Kepala Biro Logistik Sekretariat Jenderal KPU Dalail mengatakan paket 10 batal karena sejumlah perusahaan terlambat menyampaikan penawasan sehingga jumlah perusahaan yang lolos prakualifikasi kurang dari tiga perusahaan. “Karena kurang dari tiga perusahaan yang lolos prakualifikasi kami mengumumkan ulang pengadaan surat suara paket 10. Paket 10 ini dipecah menjadi dua paket yakni Paket A dan Paket B dan diubah dari pelelangan prakualifikasi menjadi pasca kualifikasi. Ini untuk mengejar waktu supaya tidak terlambat pengumuman pemenang tender,” kata Dalail.
Lelang prakualifikasi dilakukan dengan melakukan verifikasi administrasi dan penelitian lapangan dulu terhadap kelayakan perusahaan lalu perusahaan yang lolos prakualifikasi baru mengajukan penawaran. Sebaliknya, pascakualifikasi dengan sistem pengajuan penawaran dulu baru panitia melakukan verifikasi administrasi dan penelitian lapangan terhadap perusahaan peserta lelang.
Hayie menambahkan perencanaan KPU dalam melakukan pengadaan logistik pemilu khususnya pengadaan surat suara sangat buruk. “Pengubahan prakualifikasi menjadi pascakualifikasi dan pemecahan paket, ini tidak wajar dilakukan apabila proses tender sedang berlangsung. Ini menunjukkan pantia tidak mengantisipasi apabila pelelangan gagal dan harus diulang. Saya sangat meragukan kemampuan teknis panitia untuk mengadakan logistik pemilu,” ujar Hayie.
Selain ketidakmampuan panitia, menurut Hayie, ada indikasi kuat intervensi eksternak untuk mendapat jatah dalam pengadaan surat suara Pemilu 2009. “KPU jangan bermain-main dalam pengadaan logistik pemilu. Kalau mereka main-main kasus Pemilu 2004 bisa teruang lagi dan akan banyak orang-orang KPU yang tersangkut kasus hukum pasca Pemilu 2009 nanti,” tegasnya.
Hayie berpendapat KPU perlu membicarakan masalah ketersediaan kertas untuk pencetakan surat suara Pemilu 2009. “Kebutuhan kertas untuk surat suara Pemilu 2009 itu cukup besar. Ini akan sangat rawan pihak produsen kertas memainkan harga sehingga perusahaan pemenang tender kesulitan atau bahkan bisa tidak mampu menyelesaikan pencetakan surat suara apabila kertas dipermaikan pabrikan. Karena itu KPU perlu membicarakannya bagaimana supaya pemerintah bisa mengintervensi pihak perusahaan penghasil kertas agar tidak melakukan permainan harga,” ujarnya.
Apabila tidak ada kepastian ketersediaan kertas, ujar Hayie, pencetakan surat suara Pemilu 2009 akan rawan gagal. “Kalau pengadaan surat suara gagal atau tertunda, hari pemungutan suara bisa tertunda. Masalah ini jangan dianggap enteng,” tegasnya. (Mediaindonesia.com)