Keadaan ekonomi nasional saat ini semakin menunjukkan ke arah depresi ekonomi yang akan mengarah pada krisis keuangan negara yang akhirnya pemerintah Joko Widodo mengambil langkah untuk melakukan pemotongan anggaran Kementerian dan Lembaga (K/L) hingga Rp 50 triliun. Jumlah ini kemungkinan akan bertambah lagi pada postur APBN-P 2016 .
“Sepertinya kebijakan pemotongan anggaran K/L oleh pemerintah bermaksud pemotongan tersebut bertujuan untuk kesinambungan dan keamanan fiskal APBN,” kata Wakil Ketua Umun Partai Gerindra Arief Poyuono di Jakarta, Rabu (15/6).
Seharusnya banyak pemotongan anggaran K/L pemerintahan Joko Widodo yang harus dikurangi jumlah pagu anggarannya, serta untuk lebih efisien dan tidak membebankan APBN. Semestinya jangan hanya anggaran K/L yang dikurangi tetapi sesuai visi misi Joko Widodo-JK bahwa akan menciptakan pemerintahan yang ramping, efisien dan efektif.
“Joko Widodo mesti membubarkan K/L yang tumpang tindih tugasnya serta hanya membebani APBN serta makin menciptakan birokrasi yang panjang,” ungkapnya.
Menurut data BI hingga akhir Mei 2016 realisasi pendapatan negara dan hibah mencapai Rp 496,6 triliun. Angka ini setara dengan 27,2 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 sebesar Rp 1.822,2 triliun.
Sedangkan realisasi belanja negara mencapai Rp 685,8 triliun atau sebesar 32,7 persen dari pagu APBN tahun 2016 sebesar 2.095,7 triliun. “Dari realisasi pendapatan dan belanja negara tersebut, realisasi defisit APBN mencapai sebesar Rp 189,1 triliun,” tegas Arief.
Defisit APBN tersebut rencananya akan ditutup dengan hutang luar negeri dalam bentuk penjualan obligasi dan SUN, serta pencarian utang luar negeri secara bilateral. “Namun hal itu tidak tercapai karena kredibilitas pemerintahan Jokowi di mana kredit rating-nya makin engga dipercaya,” ujarnya.