Foto: Alfian Kartim
Oleh: Agustaman
Dengan memanfaatkan limbah plastik yang terbuang percuma menjadi barang fungsional, Slamet Riyadhi bisa membantu ekonomi para tetangganya.
Jangan biarkan barang-barang bekas yang terbuat dari plastik terbuang percuma. Karena dari barang-barang tersebut bisa tercipta aneka produk baru yang berguna. Tidak percaya? Tanyakan saja kepada Slamet Riyadhi. Pemilik Lumintu Recyle Art ini sudah membuktikan bahwa ia mampu menyulap barang bekas dan limbah plastik menjadi berbagai produk kreatifnya, mulai dari mainan anak-anak, aneka tas, sampai tikar.
Pria kelahiran Cirebon, 21 September 1951 ini memang sejak lama menekuni usaha kreartif dengan memanfaatkan barang bekas ini. Sejak tahun 2000 – juga dengan mengusung bendera usaha Lumintu – ia dikenal sebagai perajin yang memproduksi aneka produk fungsional, seperti tas, tikar, sajadah, dan sebagainya dari bahan baku limbah plastik atau alumunium foil.
Untuk menjalankan usahanya ini, Slamet mempekerjakan lebih 70 orang penganyam yang separuhnya para manula, yang berasal dari tetangga di sekitar tempat tinggalnya, di Kawasan Ciledug, Tangerang. Mereka ini dulunya memang punya pekerjaan utama sebagai perajin tikar dari pandan duri. Ketrampilan menganyam yang mereka peroleh secara turun temurun itu terpaksa terhenti, karena kesulitan mendapatkan bahan baku.
“Secara tidak langsung saya membantu mereka tetap sehat di usia tua. Dengan menganyam, motorik mereka jalan sehingga mencegah kepikunan,” ujar Slamet lebih lanjut, “Para pekerja ini bekerja borongan dan menerima upah rata-rata Rp 50 ribu- Rp 150 ribu per minggu.”
Para perajin tadi memang sebatas menganyam saja. Proses selanjutnya, seperti membuat menjadi aneka tas, tikar dan sajadah dikerjakan oleh seorang penjahit mitra Slamet yang juga tetangga rumahnya. Sedangkan proses penyiapan bahan baku dikerjakan sendiri oleh Slamet dibantu oleh anak-anaknya, secara manual.
Beruntung, sampai saat ini ia mendapatkan pasokan aluminuim foil bekas pembungkus tube pasta gigi dari salah satu produsen pasta gigi. Dalam satu bulan, setidaknya Lumintu memerlukan ½ ton- 1 ton limbah untuk memproduksi aneka produk fungsional, seperti tas, tikar, sajadah dan sebagainya. Dengan bahan baku sebanyak itu, Lumintu bisa memproduksi 400-600 jenis produk. “Karena ini handmade, apalagi para menganyamnya kebanyakan para perempuan lanjut usia, kami tahu dirilah, kalau ada yang memesan lebih dari segitu kami belum sanggup,” kata Slamet yang mengaku sempat mendapat banyak pesanan dari perusahaan sebagai program corporate social responsibility (CSR).
Kini bapak empat anak ini tak hanya sebagai pengusaha kerajinan, namun ia juga menjadi tutor workshop dan pembicara pemanfaatan barang bekas dan pemberdayaan masyarakat di beberapa sekolah (dari TK sampai Perguruan Tinggi), BPPT, Kementerian Lingkungan Hidup serta perusahaan-perusahaan yang peduli lingkungan.
Buah dari kerja kerasnya sebagai perajin barang bekas itu, pada 2007 Slamet meraih perhargaan berupa Danamon Award. Penghargaan ini khusus diberikan kepada para para individu, perusahaan dari berbagai skala, serta lembaga nirlaba yang menginspirasi dan secara konsisten melakukan kegiatan pemberdayaan bagi orang banyak, serta membantu orang lain untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.
Bukan hanya itu, pada Februari 2012, Lumintu juga mendapat hibah Rp 28 juta untuk pengembangan usaha, yang disampaikan oleh Menteri Sosial pada saat meninjau langsung tempat usaha dan sekaligus rumahnya di daerah Cileduk tersebut. “Uang ini dipakainya untuk mengembangkan usaha,” kata Slamet.
Dengan omzet sekitar Rp8 juta-Rp12 juta sebulan, Slamet berharap dia bisa memperpanjang usaha serta mempunyai ruang pamer sendiri. Saat ini produknya memang sudah dipajang di toko cindera mata Alun-Alun di Grand Indonesia dan beberapa supermarket, serta butik di Jakarta, namun itu lewat orang ketiga. Harga jualnya tergantung jenis barang, seperti produk tas ia jual dengan harga Rp 40.000 hingga Rp 80 ribu per buah.
Slamet berharap usahanya ini bisa eksis sampai akhir usianya. “Seperti nama Lumintu yang berarti terus menerus, atau bisa juga singkatan dari Lumayan Untuk Menunggu Tutupe Umur,” katanya menutup pembicaraan.
Sumber: Gema Indonesia Raya