foto : Alfian Kartim
Bila pemilihan Presiden dilakukan sekarang, niscaya kandidat Capres dari Partai Gerindra akan menjadi pemenang. Namun visi misi dan kepemimpinan Prabowo tidak akan berjalan mudah. Pasalnya kemenagan Prabowo pada pilpres tidak diikuti oleh kemenangan Gerindra pada pemilihan legislatif. Gerindra tidak bisa menguasai parlemen. Karena elektabilitasnya berada di bawah Golkar, PDI Perjuangan dan Partai Demokrat.
Karena itu, disisa waktu yang masih ada seluruh mesin partai harus bisa bekerja lebih keras. Mencoba mendekati dan mengajak masyarakat untuk memilih Gerindra. Pernyataan itu disampaikan Ari Nurcahyo, peneliti Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) pada acara diskusi Rabu (13/6) malam yang dilaksanakan Pimpinan Pusat (PP) Tunas Indonesia Raya (Tidar) di sekretariatnya Jl. Woltermonginsidi Jakarta Selatan.
Seperti diketahui pada Rabu (6/6), SSS merilis hasil survei terkait kandidat calon Presiden 2014. Hasilnya, Ketua Dewan Pembinan Partai Gerindra Prabowo Subianto merupakan figur capres pada 2014 yang memiliki elektabilitas tertinggi, mencapai 25,28%. Di bawahnya ada Megawati Soekarnoputri (22,4%), Jusuf Kalla (14,9%), Aburizal Bakrie (10,6%), dan Surya Paloh (5,2%). Selain itu ada juga nama Wiranto, Sultan HB X, Hatta Rajasa, Sri Mulyani, Hidayat Nur Wahid, Ani Yudhoyono, Akbar Tanjung, Djoko Suyanto serta Pramono Edhi Wibowo.
Namun, kemenangan yang diraih Prabowo berdasarkan penelitian itu, menurut Herdy Syahtazad, peneliti PSIK dan dosen Paramadina, bisa lenyap seandainya pilpres yang jurdil gagal dilaksanakan. Karena itu, pemilu harus dipastikan bisa berjalan jujur. Seluruh komponen bangsa harus membumisasikan pemilu yang fair. Apalagi, orang yang ingin menjatuhkan Prabowo juga tidak kecil jumlahnya.
Widiyanto Saputro, Ketua Bidang Informasi Strategis DPP Gerindra mengungkapkan kenyataan bahwa reformasi gagal melahirkan pimpinan nasional yang masih berusia muda. Berbeda dengan era Bung Karno dan Soeharto yang saat itu masih berusia di bawah limapuluh tahun. Berdasarkan survei itu pula, Widiyanto mengakui, kecilnya elektabilitas Partai Gerindra. Apalagi, saat ini Gerindra masih terus melakukan penguatan di bawah.
Pelaksanaan pemilu 2014, menurut Widiyanto, masih menyisakan sejumlah kekhawatiran. Terutama soal kualitas pendidikan pemilih yang akan berimbas pada terbatasnya kemampuan menganalisa para calon. Berdasarkan penelitian didapat hasil bahwa calon pemilih yang berpendidikan sekolah dasar mencapai 37,8 %, SMP 19,2 % dan SMA sebesar 13 %. Artinya lebih dari 50% pemilih tidak bisa menganalisa dengan baik, para calon pemimpinnya. Mereka juga rentan terhadap praktik money politic. Apalagi jumlah masyarakat yang tidak tersentuh media massa, baik cetak maupun elektronik, masih sangat tinggi. Terbukti, di Jakarta saja, ada 27 % warga masyarakat yang tidak bersentuhan dengan media masa.
Jadi hasil survei itu memang sedikit melegakan. Namun tantangan kita, menurut Widiyanto, untuk memenangkan Gerindra dan Prabowo benar-benar masih membutuhkan kerja keras. Karena itu dalam sisa waktu yang ada mesin politik Gerindra harus bekerja keras. Kita jangan sampai gagal mendapat dukungan besar dari seluruh masyarakat. “Kalau gagal, maka yang akan diperoleh hanyalah tujuan antara, yaitu mengantar Prabowo menjadi presiden. Sementara cita-cita besar mewujudkan Indonesia Raya akan menemui hambatan,” katanya./MBO