Oleh : AMRAN NASUTION
(Anggota Dewan Penasihat Partai Gerindra, Anggota Badan Komunikasi Partai Gerindra)
Korupsi tambah meluas karena KPK hanya main politik. Yang ditangkap hanya pejabat yang tak punya backing politis
Indonesia negara gagal? Isu itu ramai diperdebatkan setelah bulan ini Majalah Foreign Policy dari Washington, Amerika Serikat, mengumumkan survei yang menempatkan Indonesia di peringkat 63 daftar negara gagal (failed state).
Ada 177 negara di dunia yang diteliti. Somalia di Afrika menduduki peringkat pertama negara paling gagal, disusul Congo di peringkat kedua dan Sudan ketiga (semua dari Afrika).
Yang paling tidak gagal adalah Finlandia, negara Eropa di kawasan Skandinavia yang makmur. Dia menempati ranking 177 atau paling buntut dari negara yang diteliti. Lalu disusul Swedia (176) dan Denmark (175), juga dari kawasan sama.
Indikator yang digunakan The Fund for Peace, LSM dari Washington yang melakukan penelitian dan masih satu group dengan Foreign Policy, untuk mengukur kegagalan sebuah negara: Bagaimana hukum ditegakkan dan seberapa efektif pemerintahan dijalankan. Itu bisa dilihat dari tingkat kriminalitas di sebuah negara, mulai ancaman terorisme sampai serangan bajak laut, atau tersebar luasnya korupsi.
Peringkat 63 untuk Indonesia sebenarnya cukup jelek. Dulu di tahun 2000-an, Indonesia pernah menempati urutan di atas 100. Kemudian peringkat korupsi Indonesia terus memburuk dan tahun ini Indonesia berada di peringkat 63, hampir serupa dengan tahun sebelumnya peringkat 62.
SRY MULYANI DAN BUDIONO
Padahal di tahun 2002, Presiden Megawati meresmikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), lembaga independen yang tak tunduk kepada pemerintah, dengan tugas khusus memberantas korupsi.
Nyatanya kehadiran KPK – dengan imbalan gaji tinggi — tak berbanding lurus dengan penurunan tingkat korupsi. Kenapa? KPK tampaknya cendrung bermain politik pencitraan. Mereka menjebak dan menangkap basah pejabat rendahan – paling tinggi gubernur – yang terima suap. Lalu mempublikasikannya besar-besaran kepada wartawan. Pejabat yang secara politis kuat tak mereka sentuh.
Contoh konkret adalah kasus Bank Century yang merugikan negara Rp 6,7 trilyun dan melibatkan Menteri Keuangan pada waktu itu, Sry Mulyani dan Gubernur BI Budiono (kini Wapres), malah menyerempet nama Presiden SBY. Perkara itu sampai sekarang dipeti-eskan KPK.
Kasus Hambalang yang melibatkan para tokoh Partai Demokrat yang berkuasa juga membuat KPK grogi dan tampak tak serius. Coba, sudah 76 saksi mereka periksa tapi belum satu pun dinyatakan sebagai tersangka, apalagi ditangkap.
Karena tekanan publik yang begitu keras, 27 Juni lalu, akhirnya KPK memeriksa Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, tokoh yang disebut-sebut paling sentral dalam perkara Hambalang. Itu pun dia cuma berstatus saksi, bukan tersangka.