JAKARTA – Ketua Bidang Advokasi, Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra, Habiburokhman menilai bahwa ada yang janggal saat Komisi Pembarantasan Korupsi (KPK) tidak menetapkan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan Anggota Komisi X DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Angelina Sondakh sebagai tersangka.
“Kelambanan KPK dalam menetapkan Anas dan Angie sebagai tersangka menurut kami sangat aneh, sebab di sisi lain Ketua KPK sudah mengatakan jika tidak ada yang kebal hukum, termasuk ketua partai politik, sementara Wakil Ketua KPK Bambang Widjoyanto mengatakan bahwa keterangan saksi dalam persidangan adalah alat bukti yang sah,” kata Habiburokhman dalam pesan elektronik yang diterima Okezone, Senin (30/1/2012).
Dia menambahkan seharusnya sebagai pimpinan institusi penegak hukum, pimpinan KPK tidak beropini sebagaimana layaknya tokoh LSM. Penegak hukum harus “berbicara” dengan menunjukkan keputusan dan kebijakan yang ia buat.
“Dalam kasus wisma atlet, bila memang mereka yakin bahwa keterangan saksi di persidangan adalah juga alat bukti, maka seharusnya Anas dan Angie sudah ditetapkan sebagai tersangka,” desaknya.
Budaya “tarik-ulur”, lanjut Habiburokhman, adalah cermin ketidaksiapan mental pimpinan KPK untuk duduk di posisi tersebut. Padahal, institusi KPK sudah dibekali berbagai fasilitas untuk menjalankan tugas, wewenang dan fungsinya untuk memberantas korupsi.
“Pimpinan KPK harus belajar dari apa yang terjadi di masa lalau, dimana budaya “tarik-ulur” justru memberi kesempatan kepada koruptor untuk berkonsolidasi dengan memanfaatkan jejaring mereka di kekuasaan untuk menggagalkan proses penyidikan,” ungkapnya.
Kita tentu tidak lupa dengan kasus Cicak-Buaya, dimana Bibit Samad Riyanto dan Chandra Hamzah dikriminalisasi karena dianggap berniat menetapkan petinggi kepolisian sebagai tersangka.Begitu juga Antasari Azhar yang terjerat kasus pembunuhan disaat diisukan tengah bersiap mengusut kasus dugaan korupsi di KPU.
“Jika budaya tarik-ulur ini terus dipertahankan, dapat dipastikan tidak banyak kasus besar seperti kasus Century, kasus Nazarudin, kasus badan anggaran yang bisa diselesaikan oleh pimpinan KPK periode III ini. Sebab semua kasus besar pasti melibatkan politisi dan akan menimbulkan dampak politik. Pimpinan KPK periode saat ini harusnya sadar bahwa mereka dituntut untuk menunjukkan kinerja yang lebih baik dari pimpinan KPK periode sebelumnya. Terlebih di jajaran petinggi KPK periode sekarang ada sosok Bambang Widjayanto yang dikenal sebagai konseptor gerakan anti korupsi,” pungkasnya.
Sebelumnya, terdakwa kasus suap Wisma Atlet M Nazaruddin mengatakan bahwa Ketua Besar yang diduga menerima jatah dalam proyek di Kemenpora adalah Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. Nama anggota Komisi X DPR Angelina Sondakh juga sempat di sebut Nazaruddin.
Namun, baik Anas maupun Angie membantah tudingan dari M Nazaruddin tersebut. Bagi Anas, Nazaruddin telah berbohong. Hal yang sama juga dikatakan Angelina Sondakh.
(okezone.com)