Partai Gerindra menyebutkan sedikitnya tujuh indikasi yang menunjukkan negara salah urus dalam hal APBN. Berbagai indikasi ini menjadi titik awal menuju negara gagal.
Setiap tahun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) selalu meningkat. Namun, kenaikan APBN itu tidak memberikan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia. Hal ini memperlihatkan negara telah salah urus dalam soal APBN. Partai Gerindra melihat sejumlah indikasi yang mengarah pada buruknya pengelolaan APBN tersebut. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengungkapkan ada tujuh indikator dalam pengelolaan APBN yang buruk itu.
Pertama, pertumbuhan ekonomi yang tak sebanding dengan peningkatan kesejahteraan rakyat. Ini memunculkan fenomena paradoks pertumbuhan ekonomi. “Walaupun ekonomi tumbuh positif, namun belum mampu menyerap tenaga kerja untuk mengurangi pengangguran dan kemiskinan secara signifikan. Paradoks ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi tak berkualitas,”
jelas Fadli Zon.
Sudah seharusnya, lanjut Fadli Zon, pertumbuhan diselaraskan dengan pengurangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja baru. Karena itu, Partai Gerindra mengusulkan untuk memasukkan Indeks Pengentasan Kemiskinan dan Indeks Penyerapan Tenaga Kerja sebagai salah satu variabel asumsi makro dalam penyusunan APBN. “Selama ini asumsi makro hanya terdiri atas: pertumbuhan ekonomi, inflasi, kurs nilai tukar, bunga SBI harga minyak dunia, dan lifting minyak,” kata pria berkacamata ini.
Kedua, pertumbuhan hanya terjadi di sektor non-tradable. Untuk 2010, tradable sector yang notabene menyerap 55,62% tenaga kerja hanya tumbuh 15,7% saja. Pertumbuhan terbesar tradable sector adalah sektor pertanian yang mencapai 7,94%. Bandingkan dengan sektor non-tradable yang tumbuh 80% lebih, yaitu sektor konsumsi (listrik, air, dan gas) tumbuh 20,63%. “Padahal hanya menyerap 1,3% tenaga kerja,” ungkap Fadli Zon.
Ironisnya, alokasi dana untuk pertanian dalam APBN masih sangat rendah, di bawah 2,5%. APBN tidak memberi porsi yang banyak kepada sektor pertanian. “Hal ini tak menunjukkan keberpihakan pada sektor pertanian yang menjadi mata pencaharian sebagian besar rakyat Indonesia,” kata Fadli Zon.
Ketiga, penerimaan negara melalui pajak belum maksimal. Fadli Zon mengatakan tax ratio Indonesia (12-13%) jauh tertinggal dibanding Malaysia dan Thailand, atau bahkan Filipina. Tax ratio Indonesia lebih tinggi hanya bila dibandingkan dengan Kamboja, Bangladesh, dan Pakistan. Dengan meningkatkan tax ratio menjadi sekitar 16% dari PDB, Fadli Zon menilai, penerimaan negara akan bertambah secara signifikan. Berdasarkan data yang ada, bila tax ratio tahun 2011 adalah 12,11% (setara Rp1.062 triliun) maka bila dalam 2-3 tahun naik menjadi 16%
penambahan penerimaan negara mencapai Rp258 triliun. Sehingga penerimaan sektor pajak dapat melebihi Rp1.320 triliun.
“Partai Gerindra mengusulkan agar pemerintah fokus meningkatkan tax ratio sehingga utang luar negeri dapat dilunasi dan energi untuk menggerakkan ekonomi semakin besar,” kata Fadli Zon.
Keempat, penyerapan anggaran tak rasional. Merujuk pada belanja Kementerian dan Lembaga sebagaimana diakomodir dalam APBN melalui Daftar Isian Pagu Anggaran (DIPA K/L) terjadi anomali dalam realisasinya. Partai Gerindra mencatat, data per November 2010 menunjukkan penyerapan anggaran hanya mencapai 62% (total rata-rata).
Dari total rata-rata tersebut, hanya belanja pegawai saja yang realisasinya lebih dari 80%. “Selebihnya masih di bawah 75%, bahkan untuk belanja modal belum menyentuh 50% (46%). Anehnya, dalam satu bulan (Desember), persentase tersebut bisa digenjot naik sehingga mencapai 100% (atau kurang 1 atau 2%),” kata Fadli Zon. Bagi Fadli, ritual “menghabiskan anggaran” telah menjadi tradisi dalam penyerapan anggaran. Partai Gerindra menilai, penyerapan seperti ini tak efektif dan boros.
Kelima, anggaran belanja tak efektif. Selain penyerapan belanja pusat yang rendah, ada beberapa pos anggaran belanja yang tak efektif. Jika dana ini dapat dialokasikan untuk kegiatan produktif dan tepat sasaran, akan meningkatkan ekonomi rakyat.
Beberapa pos anggaran yang tak efektif antara lain: anggaran vakansi, termasuk untuk studi banding ke luar negeri dan kunjungan kerja mencapai Rp21 triliun. Pos anggaran sebesar itu, menurut Fadli Zon, bisa dihemat misalnya dengan hanya mengalokasikan sebesar Rp5 triliun untuk kunjungan ke luar negeri. “Sisanya sebesar Rp16 triliun misalnya bisa dimanfaatkan untuk mengatasi masalah kemacetan di DKI Jakarta,” ujarnya.
Kemudian, anggaran bantuan sosial mencapai sekitar Rp61 triliun, dan anggaran bantuan sosial melalui kementerian dan lembaga sekitar Rp63 triliun. “Sayangnya penggunaan Bansos ini tidak jelas,” katanya. Lalu, anggaran subsidi yang tidak efektif digunakan. “Dalam penilaian kami, realisasi anggaran subsidi dapat dihemat 50%,” kata Fadli Zon.
Keenam, pembangunan salah arah. Pembangunan tak memiliki prioritas yang fokus dan jelas. Ada 11 + 3 prioritas yang menjadi acuan pemerintah. “Kalau prioritas sampai 11, itu namanya bukan prioritas,” kata Fadli Zon. Seharusnya cukup 3 atau 5 bidang prioritas saja dengan ukuran dan target yang jelas.
Partai Gerindra mengusulkan sektor pertanian menjadi prioritas, dengan menaikkan alokasi anggaran minimal 10%. Dengan strategi pembangunan terarah dan peningkatan anggaran pertanian, nilai tukar petani (NTP) dapat naik secara signifikan. Artinya, kesejahteraan dapat meningkat.
Ketujuh, korupsi di Indonesia semakin hari semakin merajalela. Hasil survei Political & Economic Risk Consultancy (PERC) pada 2010 menyebutkan, Indonesia mencetak nilai 9,07 dari angka 10 sebagai negara paling korup yang disurvei pada 2010. Nilai tersebut naik dari tahun lalu yang poinnya 7,69. “Ini menempatkan Indonesia sebagai negara terkorup dari 16 negara se-Asia Pasifik,” tutur Fadli Zon.
Kota Depok : Gerindra Peduli Pengangguran
Usianya memang baru tiga tahun, namun kiprah Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) tidak bisa dipandang sebelah mata. Buktinya, semakin hari, semakin banyak kiprah dan peran serta anggota Partai Gerindra dalam memberdayakan masyarakat.
Salah satunya ditunjukkan oleh Ir. H. Nuroji, anggota DPR RI Fraksi Partai Gerindra Dapil Jawa Barat VI. Menyadari besarnya angka pengangguran di Kota Depok, H. Nuroji pun meluncurkan program pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan budidaya perikanan air tawar.
Program tersebut telah dimulai di Rw 9, 10, 11, dan 12, kampung Curug, Kelurahan Tanah Baru, Kecamatan Beji, Depok, Jawa Barat. Rencananya, kegiatan budidaya perikanan air tawar tersebut akan dikembangkan hingga menjangkau kelompok-kelompok masyarakat terkecil. Syaratnya mereka harus serius dan mau menimba ilmu cara budidaya ikan yang benar.
Menurut Nuroji, budidaya ikan air tawar, khususnya lele, ini dipilih karena usaha ini terbilang sederhana dan bisa menyediakan lapangan pekerjaan. Apalagi, kebutuhan pasar terhadap jenis ikan lele masih sangat besar.
Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kegagalan, kata Nuroji, ia menyediakan tempat untuk mereka yang mau belajar. Para peminat dipersilakan datang secara berkelompok, dan Nuroji akan memfasilitasi, baik benih maupun pemeliharaannya.
“Dengan cara ini diharapkan usaha budidaya perikanan air tawar bisa menyerap tenaga kerja, sekaligus meningkatkan gizi masyarakat,” ujar Nuroji.