Kementerian Komunikasi dan Informatika kembali merancang peraturan yang kontroversial. Mereka tengah menggulirkan rancangan Peraturan Menteri Tentang Konten Multimedia. Peraturan ini dianggap menyalahi hukum ketatanegaraan.
Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, menyatakan bahwa peraturan menteri tidak dapat membatasi kebebasan berpendapat. “Dalam UUD 1945, pada prinsipnya kebebasan berbicara, mengeluarkan pendapat, baik tertulis maupun lisan, termasuk kebebasan pers hanya boleh diatur oleh UU,” ujarnya ketika ditemui di sela rapat kerja IkatanKeluarga Alumni (IKA) UII, di Jakarta, Minggu (14/2).
Aturan itu ditegaskan oleh Pasal 28J Ayat 2 UUD 1945 tentang pembatasan kebebasan. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
“Jadi jelas pembatasan tersebut hanya boleh dituangkan dalam UU, bukan peraturan menteri,” jelasnya.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Padjajaran Bun Yamin Ramto, berujar bahwa peraturan menteri tersebut harus memiliki pijakan hukum. Jika tidak ada UU yang mengatur secara spesifik mengenai konten multimedia, peraturan menteri tersebut tidak memiliki dasar hukum.
“Aturannya akan menunjuk apa. Karena di bawah UUD 1945 harus ada UU, bukan langsung peraturan menteri,” tegasnya.
Menurut Bun Yamin, Kementerian Komunikasi dan Informatika perlu membuka kembali stratifikasi kebijakan nasional. Karena sebelumnya, kementerian Komunikasi dan Informatika juga merencanakan Rancangan Peraturan Pemerintah Tentang Penyadapan yang dianggap tidak memiliki dasar hukum. “Ini harus ditekankan kepada mereka supaya tidak salah terus,” ungkapnya.(Detik.com)