Rapat Internal Komisi II DPR menyepakati untuk memberhentikan Komisioner Komisi Pemilihan Umum. Sikap ini diambil sebagai tindak lanjut dari rekomendasi Panitia Khusus Hak Angket Penghilangan Hak Konstitusional Warga Negara dalam Pemilu Legislatif 2009 (Angket DPT).
“Semua sudah setuju untuk memberhentikan Komisioner KPU. Saat ini, tinggal dibahas mekanismenya untuk mengimplementasikan hal itu. Saat ini, ada tiga plihan mekanisme,” kata Anggota Komisi II DPR RI dari FPDI Perjuangan, Ganjar Pranowo, seusai rapat internal Komisi II di Gedung Nusantara Parlemen Senayan Jakarta, Senin (2/11).
Menurut Ganjar, tiga opsi tersebut, antara lain meminta Presiden untuk mencabut Keputusan Presiden pengangkatan komisioner KPU, meminta Presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) untuk mempercepat masa jabatan KPU, dan yang ketiga dengan melakukan revisi terbatas UU 22/2007 tentang Penyelenggara Pemilu. “Namun, akan lebih efektif dan cepat jika Presiden mencabut Keppres pengangkatan komisioner KPU,” tukas Ganjar.
Semangatnya, lanjut Ganjar, tidak lagi soal pencopotan, tetapi mempersiapkan sistem Pemilu 2014 yang kredibel. “Idealnya, KPU yang baru nanti bisa bekerja tiga tahun sebelum 2014, sehingga waktu persiapan lebih panjang,” tegasnya. Akan tetapi, lebih elegan jika para komisioner KPU mengundurkan diri. “Kami akan sangat apresiatif kepada KPU jika mengundurkan diri. Itu juga akan membantu akselerasi proses demokrasi di Indonesia,” tegasnya.
Pertengahan September 2009 lalu, Panitia Angket DPT merekomendasikan pemberhentian seluruh anggota KPU. Kesimpulan dari rangkaian kerja panitia angket ini menyatakan KPU patut dinilai tidak mampu melakukan pemutakhiran daftar pemilih. Pemerintah diminta segera menerbitkan peraturan pemerintah pengganti UU (Perppu) untuk pemberhentian KPU ini.
Bahkan, catatan dari Fraksi Partai Golkar dan FPKS meminta pemberhentian segera untuk Ketua KPU. Sementara Fraksi Partai Demokrat, FPPP, dan FPKB meminta pemberhentian Ketua KPU dan anggota KPU yang tak profesional menangani DPT, dengan melalui mekanisme dewan kehormatan KPU terlebih dahulu. Sedangkan FPDS memberikan catatan, pemberhentian hanya dikenakan kepada komisioner KPU yang tidak profesional dalam masalah ini. (Mediaindonesia.com)