Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menemukan sejumlah pelanggaran pemungutan, perhitungan dan rekapitulasi suara Pilpres 2009. Sampai dengan pukul 13.00 WIB, 13 Juli 2009, Bawaslu menerima 539 laporan pelanggaran yang terdiri dari 401 pelanggaran administrasi, 67 pidana, dan 71 pelanggaran lain-lain dari panwas di daerah-daerah.
Hal itu disampaikan anggota Bawaslu Wahidah Suaib dalam jumpa pers di Gedung Bawaslu, Jl M H Thamrin, Jakpus, Senin (13/7/2009).
Untuk pelanggaran administrasi, Wahidah memaparkan, 188 pelanggaran sudah diteruskan ke KPU. Sedangkan untuk pelanggaran pidana, 13 sudah diteruskan ke kepolisian untuk dilakukan penyidikan.
“Untuk pelanggaran administrasi yang terbanyak provinsi, NAD dengan 77 pelanggaran, Jateng 54 pelanggaran, Jabar 39 pelanggaran,” papar Wahidah.
Bawaslu mengkategorikan ada 4 pelanggaran besar yang umum terjadi, yakni keterlambatan distribusi surat suara, kurang akuratnya perhitungan KPU dalam menyediakan logistik pemilu, kurang optimalnya sosialisasi tentang penggunaan formulir A-7, dan kurang optimalnya sosialisasi putusan MK soal penggunaan KTP bagi pemilih tak terdaftar dalam DPT.
Sementara itu, kata Wahidah, pelanggaran lain-lain kebanyakan adalah pelanggaran di Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang tidak diatur dalam undang-undang tapi menggangu proses pemungutan, perhitungan dan rekapitulasi suara.
“Seperti kunci (kotak suara) rusak,” Wahidah memberi contoh.
7 Panwas provinsi belum melaporkan temuan pelanggaran kepada Bawaslu. Mereka antara lain Bengkulu, Sumsel, NTT, Gorontalo, Maluku Utara, dan Papua Barat.(detik.com)