Pelaksanaan pencontrengan pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009 tinggal tiga hari lagi, namun maraknya pemberitaan tentang permasalahan daftar pemilih tetap (DPT) bukan isapan jempol. Dugaan bahwa DPT dipolitisasi sedikit menguak kenyataan.
“Ini bukan isapan jempol. Keraguan selama ini bahwa DPT dipolitisasi terjawab, setelah pagi ini, saya turun ke kawasan padat penduduk di RT 09, RW 03 Kelurahan Cipete Selatan, Kecamatan Cilandak untuk melakukan survei melalui wawancara. Dari 40 orang diwawancarai secara acak ditemukan 17 orang belum didaftar sebagai pemilih tetap (DPT),” ungkap sosiolog dari UI, Musni Umar, dalam pesan singkatnya yang diterima, Minggu (5/7/2009).
Menurut Musni, dari pengakuan sejumlah warga yang ditemuinya, pada Pemilu 2004 dan Pilkada DKI Jakarta yang lalu mereka ikut memilih. Namun, pada Pemilu Legislatif (Pileg) dan Pilpres 2009 ini mereka kemungkinan memilih, karena tidak didaftar.
“Jika survei ini dapat dijadikan indikator, maka dalam Pilpres ini masih banyak pemilih yang tidak memilih, karena tidak didaftar dalam DPT,” jelas Direktur Institute for Social Empowerment and Democracy ini.
Musni mengatakan, seperti pengakuan yang diungkapkan Ketua RT 07 RW 05, Cipete, Didi Hidayat dalam wawancaranya, seharusnya tidak ada masalah kalau Ketua RT bekerja dengan baik. Seharusnya, konsep DPT diterima dari kelurahan, kemudian diteliti kebenarannya.
Setelah diteliti, dicoret yang sudah pindah, meninggal dunia atau double, lalu dimasukkan pemilih baru yang belum terdaftar ke dalam DPT, kemudian dilaporkan ke kelurahan. Setelah datanya di in put, konsep DPT diteliti kembali, sehingga ada empat pengecekan.
“Cara inilah yang harus RT, RW, Kelurahan dan Desa, karena masyarakat Indonesia masih berbudaya pasif. Maka, kalau terjadi kisruh DPT, yang harus dimintai tanggung jawab bukan KPU, sebab dia tidak mempunyai instrumen untuk melakukan pendataan dan pengecekan penduduk yang menjadi pemilih ditingkat RT dan RW serta kelurahan dan desa,” ucapnya.
Kisruh DPT, lanjut Musni, bermula dari amburadulnya administrasi kependudukan di Indonesia, sehingga membuka peluang adanya permainan. “Semoga kisruh DPT menjelang Pilpres menjadi pelajaran untuk segera memerbaiki administrasi kependudukan dan tidak menyebabkan bangsa ini bertikai pasca Pilpres 8 Juli,” tandasnya.(Detik.com)