Meski telah mengumumkan perolehan kursi DPR, namun KPU tidak menjelaskan secara detail, termasuk metode penghitungannya. Hal ini berpotensi menimbulkan kecurigaan. Untuk menghindari berbagai tudingan dan kecurigaan, KPU diminta bersikap transparan dan blak-blakan.
“Kita menunggu (KPU terbuka) supaya partai-partai juga tahu bagaimana cara penghitungannya. Sampai sekarang kan kita nggak tahu,” kata peneliti dari Center for Electoral Reform (Cetro) Ismail Fahmi saat dihubungi melalui telepon, Senin (11/5/2009).
Saat ini memang terdapat multitafsir terkait cara penghitungan perolehan kursi di tahap ketiga. KPU berpendapat, hanya sisa suara dari dapil yang masih memiliki sisa kursi yang ditarik ke provinsi. Sedangkan parpol dan pengamat berpandangan sisa suara dari seluruh dapil harus ditarik ke provinsi, tak peduli punya sisa kursi atau tidak.
Namun meski telah melakukan simulasi dengan menggunakan kedua metode tersebut, penghitungan yang dihasilkan Cetro tetap beda dengan hasil penghitungan KPU yang diumumkan 9 Mei malam lalu.
“Kita bandingkan antara sistem yang sisa suara dari seluruh dapil ditarik ke provinsi dengan sistem yang hanya dapil yang masih memiliki sisa kursi yang ditarik. Hasilnya tetap beda dengan KPU,” terang Ismail.
Karena itu Cetro bertanya-tanya, sebenarnya metode seperti apa yang dipakai KPU. Cetro meminta agar KPU membuka kepada publik metode yang mereka gunakan agar bisa diverifikasi bersama-sama.
Namun perlu dicatat, suara yang digunakan Cetro untuk menghitung kursi berasal dari hasil pleno KPU provinsi, bukan petetapan KPU pusat. Dan dalam proses rekapitulasi manual, terjadi beberapa perbedaan antara hasil rekap KPU provinsi dengan KPU pusat.
Saat ini Cetro tengah melakukan simulasi dengan menggunakan data perolehan suara resmi dari KPU yang diumumkan 9 Mei lalu. “Ini baru kita cek lagi,” kata Ismail.
Anehnya, menurut Ismail, data perolehan suara yang sudah ditetapkan KPU mengandung kesalahan. Di dapil Jawa Timur 4 misalnya, terjadi salah jumlah.
“Kita lihat angka-angka di atasnya sudah betul. Tapi begitu dijumlah kok angkanya salah,” kata Ismail.
Ketertutupan KPU ini, menurut Ismail, telah merugikan parpol. Sebab waktu pengajuan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) hanya tersisa besok. Jika sampai saat ini mereka belum mengetahui secara detail perolehan kursi di tiap dapil dan bagaimana cara penghitungannya, parpol tidak punya data untuk mengajukan gugatan.
Peraturan Tak Lengkap
Ismail juga mengkritik Peraturan KPU Nomor 15 tahun 2009 tentang tata cara penetapan kursi. Menurut dia, peraturan tersebut kurang rinci dan tidak lengkap mengatur mekanisme penetapan kursi.
“Kalau KPU mengacu pada Peraturan Nomor 15 tahun 2009, peraturan itu masih kurang lengkap. Seharusnya mereka merevisi dulu peraturan itu baru menghitung kursinya,” kata Ismail.(Detik.com)