Ryaas menjelaskan, menurut aturan hukum KPU tidak boleh melanjutkan tahapan-tahapan capres sebelum seluruh proses penghitungan Pileg selesai. Hal itu untuk membuat jelas perolehan partai-partai yang ingin mengajukan capres dengan syarat minimal 20 persen suara dan 25 persen kursi.
“Kalau dipaksakan juga KPU melanggar UU,” jelas pria yang sekaligus Ketua Umum Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK) ini.
Oleh karenanya, lanjut Ryaas, koalisi yang saat ini kencang dilakukan oleh beberapa parpol bukan lah koalisi yang sifatnya permanen. Namun masih merupakan spekulasi-spekulasi berdasarkan hasil perhitungan cepat (quick count).
“Koalisi hari ini bisa dibilang koalisi yang prematur, kenapa? Karena penghitungannya berdasarkan hasil quick count,” tutupnya.
Menurut UU Pemilu, KPU harus menetapkan hasil Pileg secara nasional paling lambat 30 hari sejak pemungutan suara, artinya tanggal 9 Mei. Namun melihat proses di kabupaten dan provinsi yang cenderung lamban dan terlambat, ada kekhawatiran penetapan hasil nasional juga terlambat.((Detik.com)