Persoalan seputar data pemilih akan diselesaikan di tingkat lokal. Awalnya, mesti diidentifikasi daerah yang disinyalir data pemilihnya bermasalah untuk kemudian Komisi Pemilihan Umum berkoordinasi dengan Panitia Pengawas Pemilu di tingkat kabupaten/kota yang akan ”menyelesaikannya”.
Namun, menurut anggota KPU, I Gusti Putu Artha, di Jakarta, Selasa (10/2), data pemilih secara nasional tidak mungkin diubah kecuali ada landasan hukum yang memungkinkannya. ”Bisa perpu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang), itu pun KPU harus bisa meyakinkan pemerintah bahwa ada masalah besar di DPT,” kata Putu.
Seperti diberitakan, daftar pemilih tetap (DPT) yang ditetapkan KPU ternyata berselisih dengan hasil pemutakhiran terakhir yang dihimpun daerah. Sekalipun tidak cukup besar dibandingkan dengan total jumlah pemilih, masih terjadi silang pendapat mengenai bisa tidaknya pemutakhiran dilakukan.
Menurut Putu, penyelesaian lokal itu dimungkinkan dengan koordinasi antara KPU kabupaten/kota dan Panwas setempat. Putu mencontohkan, bisa saja kekosongan akibat pemilih terdaftar yang sudah meninggal atau ternyata tercatat lebih dari sekali kemudian diisi dengan memasukkan warga yang memiliki hak pilih. Namun, Putu mengakui, masih ada masalah jika yang ”dibersihkan” dari daftar tidak sama persis dengan jumlah pemilih yang belum terdaftar sebelumnya.
Satu kali
Sementara itu, Ketua Badan Pengawas Pemilu Nur Hidayat Sardini mengatakan, setiap tahapan pemilu, termasuk penetapan DPT, seharusnya hanya dilakukan satu kali. Ketentuan itu berlaku untuk semua tahapan pemilu, mulai dari pendaftaran peserta pemilu hingga penetapan calon anggota legislatif terpilih.
Saat ini pendaftaran pemilih baru sudah tidak dimungkinkan. Pendaftaran hanya diperuntukkan bagi pemilih yang sudah terdaftar, tetapi ingin menggunakan hak pilihnya di tempat pemungutan suara di luar tempatnya terdaftar. Masa penambahan pemilih baru hanya dapat dilakukan sebelum DPT ditetapkan oleh KPU.(Kompas.com)