Potensi pelanggaran pemilu diperkirakan akan terjadi saat proses pemungutan dan penghitungan suara di TPS. Parpol diminta menyiapkan saksi kredibel untuk mengantisipasinya.
“Kita temukan fenomena, saksi itu tidak disiapkan secara sungguh-sungguh
sehingga tidak tahu apa yang harus dilakukan,” kata anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Bambang Eka Cahya Widodo di Hotel Santika, Jl KS Tubun, Slipi, Jakarta Barat, Kamis (29/1/2009).
Dari pengalaman Pilkada, kata Bambang, banyak saksi parpol yang tidak
mengerti tugasnya sebagai saksi. Selepas peroleh honor, saksi lantas pulang tanpa menunggu proses perhitungan suara hingga selesai.
“Ini kan nggak ada gunanya karena saksi kan harusnya mengawasi kecurangan yang terjadi di TPS,” ujarnya.
Dikatakan dia, saksi beserta data-data yang dikumpulkannya akan berperan penting dalam proses penyelesaian sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK). Keterangan saksi dan data-datanya akan menjadi bahan bagi MK untuk memutus perkara.
Dari pengalaman Pemilu 2004, menurut Bambang, penggelembungan suara terjadi karena tidak adanya saksi. “Karena itu kita minta parpol siapkan
sungguh-sungguh saksi ini sehingga ketika di MK punya data,” kata Bambang.
Partai Kecil Sulit
Penyiapan saksi barangkali tidak terlalu menjadi masalah bagi partai besar. Namun tidak demikian dengan partai kecil. Sebab, parpol kecil kekurangan sumber daya sehingga tidak bisa menyediakan saksi di tiap TPS.
“Jangankan saksi, caleg saja mereka kesulitan,” ujar Bambang.
Bambang mengatakan, partai kecil ini dirugikan dari pengalaman Pemilu 2004. Sebab di TPS yang tidak ditunggui saksi mereka, terjadi kasus pengalihan suara ke parpol-parpol besar yang punya saksi.
“Saksi dari parpol-parpol besar bersepakat membagi suara parpol kecil yang tidak ada saksinya. Mereka menyogok panitia KPPS,” kata dia. (Detik.com)