Keputusan komisi pemilihan umum (KPU) yang memaksakan satu dari tiga calon legislatif (caleg) yang terpilih harus perempuan, menurut pengamat politik Maswadi Rauf merupakan pemaksaan. Karena putusan dari makamah konstitusi (MK) dengan tegas menyatakan suara terbanyak.
“Itu memaksakan diri. Peraturannya jelas suara terbanyak, siapapun lai-laki atau perempuan, itu konsekuensinya,” ujar Maswadi ketika dihubungi Media Indonesia di Jakarta, Selasa (27/1).
“Kalau dipaksakan satu dari tiga itu harus perempuan, itu bertentangan dengan keputusan MK.”
Maswadi mencontohkan bila suatu daerah pemilihan (dapil) terpilih sembilan orang, lalu tiga terbawah digantikan tiga perempuan dengan suara terbanyak, maka yang tersingkir akan melakukan gugatan hukum. Dan secara hukum, kata Maswadi, KPU akan kalah.
“Secara hukum KPU pasti kalah karena ketentuan berbunyi berdasarkan suara terbanyak. Kalau perempuan itu bukan suara terbanyak tidak bisa,” tegasnya.
Dengan keputusan dari MK itu, maka hak istimewa perempuan hilang. Guna memperkuat hak istimewa itu, disarankan Maswadi untuk merubah peraturan dalam undang-undang pemilu.
“Kemarin dalam hal pencalonan, 30% merupakan dari calon perempuan, satu dari tiga perempuan. Kalau mau nanti bukan pencalonan tapi pada penentuan pemenang,” tukasnya.
“Dibuat dalam undang-undang baru kuat. Kalau tidak begitu, KPU kalah, ini membuat persoalan baru lagi nanti pemilu kita makin ramai dengan protes,” imbuhnya. (Mediaindonesia.com)