Cetro menilai fatwa MUI yang mewajibkan umat Islam di Indonesia menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 2009 sebagai langkah yang mengacaukan pelaksanaan demokrasi. Sebab umat Islam yang tidak memilih alias golput akan dianggap menaggung dosa.
“Sebab, kalau misalnya ada orang yang tidak terdaftar di TPS tapi dia takut dosa dan mengikuti fatwa MUI lalu dia datang ke TPS tapi ditolak karena tidak terdaftar, nantinya malah bisa berantem dengan petugas TPS karena takut dosa. Kalau seperti itu kan malah kacau,” ujar Direktur Eksekutif CETRO Hadar Gumay kepada INILAH.COM, Jakarta, Senin (26/1).
Menurut Hadar, persoalan tidak memilih itu ukurannya pada tingkat partisipasi. Dan alasan tidak berpartisipasi dalam pemilu itu bermacam-macam. Kalau alasannya karena tidak ada pilihan yang bagus untuk mewakili aspirasinya lalu memutuskan tidak memilih, itulah golput yang sesungguhnya.
“Tapi kalau dia tidak memilih karena tidak terdaftar, karena sakit, atau bekerja karena butuh uang gimana? kalau seperti itu diharamkan enggak? Jadi MUI harus hati-hati dan seharusnya tidak perlu mengatur hal ini,” katanya.
MUI, lanjut Hadar, sebaiknya melakukan pendidikan politik saja. Karena, hal ini bukan meupakan wilayah MUI. “Memilih atau tidak itu adalah suatu hak. Ini nanti bisa jadi keliru. Maka prinsipnya tidak perlu mengatur demikian. Ini wilayah politik kalau mau masuk lakukan model peringatan, pendidikan atau anjuran saja,” jelasnya.
Dalam sidang Ijtima Ulama MUI se-Indonesia III yang digelar Padang Panjang, Sumatera Barat, memutuskan umat Islam diwajibkan menggunakan hak pilihnya pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2009 mendatang. Kewajiban itu akan berlaku jika dalam Pemilu 2009 ada calon yang ideal dan mewakili aspirasi atau memperjuangkan kepentingan masyarakat.
Namun jika tidak ada satupun calon yang dianggap ideal itu maka umat Islam tidak wajib menggunakan hak pilihnya. “MUI memang tidak mengatur bila Golput itu haram, namun karena hukumnya wajib maka akan berdosa bila tidak diikut,” ungkap Hadar.(Inilah.com)