Verifikasi faktual partai politik rentan manipulasi. Minimnya pengawasan di daerah menyebabkan kemungkinan terjadinya hal ini, apalagi hingga hari ini Panitia Pengawas Pemilu (panwas) belum terbentuk.
Komisi Pemilihan Umum (KPU), Selasa (3/6), mulai melakukan verifikasi faktual parpol peserta pemilu tahun 2009. Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sekaligus Koodinator Verifikasi dan Penetapan Peserta Pemilu Agustiani Tio kepada SH ,Senin (2/6) mengatakan titik rawan yang mungkin terjadi antara lain alamat kantor, sampling keanggotaan 10 persen dan nama anggota yang digunakan parpol lain di kota/kabupaten setempat maupun di daerah sekitarnya.
“Ini yang menjadi permasalahan dan sulit diawasi terutama di daerah yang jauh tidak terjangkau Bawaslu,” ujarnya.
Terkait alamat kantor, perlu diketahui apakah kantor tersebut permanen, di sewa hingga pemilihan presiden atau dipakai sementara selama verifikasi faktual saja.
Tio mengatakan Panwas di daerah belum terbentuk karena belum ada anggaran dan Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK). Untuk sementara, anggaran Bawaslu diperoleh dari anggaran darurat (kode 69) KPU. Anggaran ini akan dicairkan melalui Menteri Keuangan kepada sekretariat Bawaslu.
Namun, sayangnya anggaran tersebut belum dapat diterima karena SOTK Bawaslu belum selesai dibahas Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN).
“Bawaslu tidak diperkenankan menggunakan anggaran,” ujarnya.
Upaya yang dilakukan agar verifikasi faktual tetap diawasi adalah memberdayakan panwas di kabupaten / kota. Sesuai surat edaran (SE) bersama antara KPU dan Bawaslu, maka panwas di daerah yang bertugas untuk mengawasi pemilihan umum (pemilu) kepala daerah (kada) akan bekerja ganda hingga pemilihan presiden mendatang. Pembiayaan pengawasan di daerah yang sedang melangsungkan pemilu kada berasal dari APBD daerah setempat.
Sementara itu, Mantan Anggota Bawaslu Didik Supriyanto kepada SH, di kesempatan terpisah mengatakan, kondisi ini sama seperti saat pemilu 2004 silam. Manipulasi antara parpol dengan petugas di tingkat kabupaten / kota rawan terjadi, tidak hanya petugas KPU melainkan petugas Panwas.
Namun dikatakannya, yang paling penting adalah pengawasan dari lembaga pemantau, bukan pada petugas.
Sebelumnya, simpang siurnya kepastian dana membuat Bawaslu mengadu kepada Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antashari Azhar, Minggu (1/6). Mereka ragu, karena khawatir bisa terindikasi korupsi jika menggunakan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD).
Menurut Antasari Azhar, jika sudah dianggarkan dalam APBD, maka penggunaan dana seleksi bukanlah perbuatan korupsi.( sinarharapan)